Konsumtivisme
memiliki dua akar kata yaitu “konsumtif” dan “isme”. Konsumtif adalah kata
sifat yang memiliki kata dasar “consumptus” (Latin), “consume” (Ingg.),
konsumsi (Ind.). Dengan demikian kata konsumtif berarti sifat mengkonsumsi,
memakai, menggunakan, menghabiskan sesuatu. Sangat menarik, dalam bahasa
inggris kata “konsumtif” digunakan untuk menyatakan penggunaan sesuatu hal
dengan berlebih-lebihan, memboroskan, obsesif, dan rakus. Bahkan kata ini juga
digunakan bagi orang yang terkena TBC di paru-paru. “Konsumtif” bisa digunakan
untuk penggunaan kepada uang, waktu, atau energi dengan berlebihan dan
destruktif. Jika demikian maka konsumtivisme adalah sebuah pandangan hidup,
gaya hidup, ajaran, sikap atau falsafah hidup yang memakai, mengkonsumsi,
menggunakan, menghabiskan sesuatu dengan berlebih-lebihan, memboroskan sesuatu.
Namun, perlu
digaris bawahi pada dasarnya manusia adalah makluk “konsumtif”. Semenjak kecil
sampai dewasa, manusia tidak lepas dari mengkomsumsi baik itu berupa makan,
minuman, pakaian dan lain sebagainya. Dengan kata lain konsumsi merupakan
bagian dari hidup manusia.
Konsumtif akan
menjadi sifat negatif manakala konsumtif tidak lagi beranjak dari kebutuhan
yang dibutuhkan lagi akan tetapi konsumtif telah menjadi “isme” yakni telah
menjadi pandangan hidup, gaya hidup, ajaran, sikap atau falsafah hidup yang
memakai, mengkonsumsi, menggunakan, menghabiskan sesuatu dengan berlebih-lebihan,
memboroskan sesuatu sehingga ia tidak akan puas dengan apa yang dibutuhkan saja
akan tetapi rasa tidak puas menuntut lebih dari sekedar yang dibutuhkan.
Amat
disayangkan konsumtivisme menjalar pada calon intelektual (mahasiswa) bangsa
ini, banyak diantara mahasiswa bangsa ini yang telah terjangkit konsumtivisme.
Fakta menunjukan tren dan style yang berkembang sangat cepat telah
meredupkan icon mahasiswa sebagai agen perubahan menjadi agen konsumtif
yang terus mengikuti arus tren dan style. Sifat konsumtif mahasiswa
Berkaitan dengan konsumsi barang/jasa, makanan-minuman, pakaian &
perlengkapan (kosmetika, sepatu, handphone, dll), transportasi. Rasanya tidak afdhal
jadi mahasiswa berpakaian sewajarnya, handphone tidak bermerek, kendaraan
tidak berkelas.
Sifat negatif
konsumtivisme telah mengakibatkan banyak kerugian bagi mahasiswa bersangkutan
maupun bagi orang lain disekitarnya. Bagi mahasiswa sendiri sifat konsumtif
telah membuat mereka merasa ketagihan dan rasa tidak puas yang tidak berujung.
Ketagihan untuk terus mengikuti tren dan style sehingga melahirkan
ketidakpuasan dan tentu berujung pada pemborosan materi, tenaga maupun waktu. Sifat
pemborosan ini akan berdampak pada orang disekitarnya terutama orang tua
mahasiswa yang dituntut untuk memenuhi kebutuhan anaknya yang tidak kunjung
berhenti.
Maka dari
pada itu, konsumtivisme yang menjangkiti calon intelektual perlu dibuang jauh-jauh.
Jangan sampai sifat ini semakin jauh lagi sehingga menjadi kronis dan sulit
untuk diatasi. Untuk mengatasi sifat konsumtif ada dua hal yang perlu
diperhatikan. Pertama materi yang berlebih, hal ini sangat penting
karena terjadinya konsumtivisme karena adanya materi yang berlebih apa lagi
kebanyakan mahasiwa tidak lagi hidup bersama dengan orang tua dalam studinya
sehingga menuntut untuk arif dan bijaksana dalam memenejemen kebutuhan hidup.
Kedua, rasa ingin. Terkadang kita tidak dapat membedakan antara keinginan dan
kebutuhan, dimana terkadang keinginan menjadi kebutuhan. maka dari itu kembali
sebagaimana poin pertama hal ini menuntut untuk kearifan dalam mengolah
kebutuhan hidup sehingga rasa ingin yang berlebihan dari kebutuhan yang
seharusnya dapat dibuang jauh-jauh.
0 komentar:
Posting Komentar