Minggu, 20 November 2011

Analisis kritis evaluasi terhadap Pendidikan Agama Islam

Pendidikan merupakan komponen penting bagi kemajuan Negara, hal ini selaras dengan semboyan “Negara yang maju adalah Negara yang menghormati para guru”. Menilik perjalan bangsa Indonesia, kemerdekaan bangsa Indonesia tidak lepas dari para cendikia atau kaum terpelajar seperti bung karno, bung hatta dan lain-lain.
            Pendidikan dapat pula dikatakan sebagai simbol bagi suatu bangsa, semakin baik pendidikan pada suatu bangsa maka baik pula bangsa tersebut.  Penyimbolan ini merupakan hal yang wajar karena pendidikan merupakan komponen yang mendasar bagi kehidpan umat manusia secara umum. Salah satu komponen dalam dunia pendidikan yang cukup penting adalah pendidikan Agama. Dalam hal ini penulis lebih spesifik terhadap pendidikan Agama Islam.
A Tafsir mendefiniskan Pendidikan Agama Islam adalah usaha sadar untuk menyiapkan siswa agar memahami ajaran Islam (knowing), terampil melakukan ajaran Islam (doing), dan melakukan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari (being). Adapun tujuan pendidikan agama Islam di sekolah umum adalah untuk meningkatkan pemahaman, keterampilan melakukan, dan pengamalan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan utama pendidikan agama Islam di sekolah ialah keberagamaan, yaitu menjadi muslim yang sebenarnya. Sedangkan el-Basyi membagi tujuan pendidikan agama Islam menjadi dua yakni tujuan umum dan tujuan khusus, adapun tujuan umum antara lain
a.       Membantu pembentukan akhlak mulia
b.      Persiapan untuk kehidupan akhirat
c.       Persiapan mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi manfaat
d.      Menumbuhkan ruh ilmiah pada pelajar dan memuaskan untuk mengetahui dan mengkajinya
e.       Menyiapkan pelajar dari segi profesional, teknis dan menguasai profesi tertentu.


Adapun tujuan pendididikan agama Islam secara khusus adalah:
a.       Pembinaan warganegara yang mukmin kepada negaranya.
b.      Pembinaaan Muslim yang berpegang teguh pada agamanya dan berakhlak mulia
c.       Pembinaan warganegara yang kuat, sehat dan padan
d.      Pembinaan  pribadi yang sehat jasmani dan rohani.
e.       Pembinaan warganegara yang disenjatai dengan ilmu pengetahuan.
f.       Penciptaan warganegara yang terdidik pada perasaan, keindahan dan seni
g.      Pembentukan warganegara yang menghargai kepentingaan keluarga, bertanggung jawab, rela berkorban untuk mencapai kemakmuran bagi masyarakat dan dirinya.
Dari pengertian yang diungkapkan A Tafsir terdapat tigas aspek penting dalam proses pendidikan agama Islam, yakni knowing, doing, dan being. tiga aspek ini sangat penting dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Pendidikan agama Islam tidak hanya pengetahuan (knowing) semata namun pengetahuan tersebut harus diaplikasikan (doing) dan tentu saja harus dijalankan dalam kehidupannya sehari-hari (being). tidak kalah dicermatin pula adalah bahwa tujuan dari pendidikan agama Islam itu sendiri untuk menjadi Muslim yang sebenarnya. Tujuan ini merupakan perwujudan dari pendidikan agama islam dimana Muslim yang sebenarnya ialah Muslim yang memiliki intelektualitas yang mumpuni serta pengaplikasi dalam kehidupan bermasyarakatnya sehingga melahirkan kashalehan, baik shaleh individual maupun shaleh sosial.
Namun tidak dapat dipungkiri bahwa pendidikan agama Islam yang berlangsung disekolah-sekolah sebagian besar mengalami kegagalan dalam mencapai tujuannya. Mochtar Buchori menilai Kegagalan ini disebabkan karena praktik pendidikannya hanya memperhatikan aspek kognitif semata dari pertumbuhan kesadaran nilai-nilai (agama), dan mengabaikan pembinaan aspek afektif dan konatif-volitif, yakni kemauan dan tekad untuk mengamalkan nilai-nilai ajaran agama. Akibatnya terjadi kesenjangan antara pengetahuan dan pengamalan, antara genosis dan praxis dalam kehidupan nilai agama. Atau dalam praktik pendidikan agama berubah menjadi pengajaran agama, sehingga tidak mampu membentuk pribadi-pribadi bermoral, padahal intisari dari pendidikan agama adalah pendidikan moral.
Atho’ Mudzhar (Tempo, 24 November 2004) mengemukakan hasil studi Litbang Agama dan Diklat Keagamaan tahun 2000, bahwa merosotnya moral dan akhlak peserta didik disebabkan antara lain akibat kurikulum pendidikan agama yang terlampau padat materi, dan materi tersebut lebih mengedepankan aspek pemikiran ketimbang membangun kesadaran keberagaman yang utuh. Selain itu, metodologi pendidikan agama kurang mendorong penjiwaan terhadap nilai-nilai keagamaan, serta terbatasnya bahan-bahan bacaan keagamaan.
Permasalah diatas merupakan masalah serius yang dihadapi pendidikan agama Islam pada saat ini, sehingga perlu untuk ditangani sedini mungkin baik oleh pemerintah, para akademisi, sekolah  maupun guru pengajar pendidikan agama Islam.
Menurut A Tafsir Karakteristik utama PAI adalah banyaknya muatan komponen being, disamping sedikit komponen knowing dan doing. Hal ini menuntut perlakuan pendidikan yang banyak berbeda dari pendidikan bidang studi umum. Pembelajaran untuk mencapai being yang tinggi lebih mengarahkan pada usaha pendidikan agar murid melaksanakan apa yang diketahuinya itu dalam kehidupan sehari-hari. Bagian paling penting dalam PAI ialah mendidik murid agar beragama; memahami agama (knowing) dan terampil melaksanakan ajaran agama (doing) hanya mengambil porsi sedikit saja. Dua yang terakhir ini memang mudah. Berdasarkan pengertian itulah pendidikan agama Islam memerlukan pendekatan pendekatan naql, akal dan qalbu. Selain itu juga diperlukan sarana yang memadai sehingga mendukung terwujudnya situasi pembelajaran yang sesuai dengan karakter pendidikan agama Islam. Sarana ibadah, seperti masjid/mushallah, mushaf al-Quran, tempat bersuci/tempat wudlu merupakan salah satu contoh sarana pendidikan agama Islam yang dapat dipergunakan secara langsung oleh siswa untuk belajar agama Islam.
Selain itu penciptaan suasana religius dalam lingkungan sekolah shingga pelajar pendididkan agama Islam tidak hanya terbatas pada 2 sks atau dua jam mata pelajaran pendididikan agama Islam. Komunikasi dengan mata pelajaran lain pun perlu ditingkatkan yakni pelajaran non-agama pada dasarnya memiliki hubungan yang erat dengan pelajaran agama Islam karena pada dasarnyan seluruh ilmu adalah berasal  dari Allah SWT. Dan yang terpenting adalah adanya hubungan sekolah dengan orang tua siswa, hal ini sangat diperlukan mengingat pendidikan agama Islam tidak hanya diaplikasikan di sekolah namun di lingkungan masyarakat dan keluarga. Dari semua itu diharapkan pendidikan agama Islam dapat mencapai tujuannya yakni mencetak Muslim yang sebernanya.
Oleh achmad ferry wahyudi

0 komentar:

Posting Komentar