Review buku
|
Pendidikan
Islam paradigma teologis, filosofis dan spiritual
|
pengarang
|
Prof.
Dr. Tobroni, M.Si
|
KERANGKA
FILOSOFIS DAN TEOLOGI PENDIDIKAN
Paradigma (paradigm) dalam oxford advanced learner’s dictionaries
berarti (general) pattern atau model. Bisa juga berarti kaidah, dalil, tasrif dan pola dari sesuatu yang dianggap benar dan baku.
Sedang, filsafat berarti cinta kebenaran
(al-haq) dan kebijaksanaan (al-hikmah), filsafat juga disebut sebagai the mother of science, induk dari ilmu
pengetahuan. Dan filsafat disebut juga the
spreme art, pengetahuan tertinggi atau the
art of life , pengetahuan tentang hidup.
Filsafat memiliki tiga dimensi;
sebagai concent atau subject matter, sebagai aksi atau kegiatan
dan sebagai sikap (attitude). Sebagai concent filsafat mempelajari
masalah-masalah metafisik yang membahas tentang “apa yang ada” dan “mungkin
ada”, epistimologi, membahas tentang teori pengetahuan, sumber pengetahuan dan batas pengetahuan dan
aksiologi membahas tentang nilai (etika dan ekstetika). Dengan demikian filsafat
berarti membangun nilai dan keyakinan agar tindakan yang dilakukan senangtiasa dimengerti, disadari, bermakna
dan dapat dijelaskan secara sistematis.
Istilah teologi lahir dalam tradisi
Kristen, secara harfiah, teologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti ilmu
ketuhanan. Sedang dalam Islam teologi
adalah iman dan taqwa. Teologi yang fungsional, yaitu teologi yang dapat
membangun etos dan kesadaran etis dan pada gilirannya melahirkan amal saleh
haruslah teologi yang kontekstual. Dalam berbagai belahan dunia teologi kontekstual
adalah teologi yang sangat menekankan
konteks social, politik, ekonomi dan budaya.
Fungsional teoligi dapat ditempuh
melalui empat tahap dan dua belas langka sebagai berikut:
A. Pengkajian konteks
1. Pengeumpulan data lapangan
2. Perumusan masalah
3. Analisis data lapangan
4. Merumuskan fokus refleksi
B. Keprihatinan iman
5. Menemukan tindakan moral religius
6. Merumuskan keprihatinan imam
C. Tajdid idiologi
7. Dialektika teks (doktrin) dan ide moral
Islam dengan konteks
8. Dialektika kondisi actual umat
9. Dialektika dengan tantangan kedepan umat
10. Pembaharuan teologis
D. Aksi social
11. Merumuskan aksi social
12. Melakukan aksi social untuk berkerja
sama dengan komponen-komponen umat dan bangsa.
Pendidikan
adalah istilah generik, dalam arit dapat diartikan secara luas dan sempit.
Istilah pendidikan secara khusus dapat diartikan sebagai proses
belajar-mengajar dikelas dan ilmu
pendidikan (peadogogy). Dalam Islam sendiri dikenal dengan konsep pendidikan
Islam, konsep pendidikan Islam sering
kali dimaksudkan dalam pendidikan dalam
arti sempit yaitu proses belajar-mengajar dimana agama Islam sebagai core curriculum. Pendidikan juga berarti
lembaga pendidikan yang didalamnya terdapat kegiatan yang menjadikan Islam
sebagai identitasnya, baik dinyatakan maupun samar-samar. Secara subtansial
yaitu proses belajar-mengajar yang menekankan pada iklim pembelajaran atau
“education atmospere” yaitu suasana pendidikan yang Islami, memberi nafas
keislaman pada semua elemen kelembagaan.
VISI DAN MISI
PENDIDIKAN ISLAM
Misi yang diemban oleh pendidikan Islam
tidak lain dan tidak bukan adalah misi Islam itu sendiri yaitu rahmatan lil alamin. Dalam bahasa
sederhana misi Islam adalalah agar manusia tidak hanyan menabung dan
berharap surga dan terhindar dari neraka
di akhirat. Tetapi dapat menciptakan republic surga dan menghindari neraka
dunia. Islam menghendaki kehidupan yang makmur, dinamis dan harmonis atas dasar
nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan. Seyogyanya sikap lemah lembut dengan
penuh kasih sayang dicontohkan oleh pendidikan,orang tua dan komunitas sekolah
lainnya. sebagai manivestasi ajaran agama yang diyakininya.
Selain dari pada itu misi yang
diemban oleh pendidikan Islam yaitu agar manusia dapat menjalankan amanah
kehidupan ini dapat membangun kerajaan dunia yang makmur, dinamis dan harmonis
atau rahmatan lil alamin yaitu
hubungan segitiga sama sisi secara harmonis antara tuhan,manusia dan alam.
Sebagai komponen utama dalam kehidupan manusia. Misi Islam tersebut dapat
diwujudkan oleh tidak saja orang yang mengaku beriman atau mengaku taat beragama, tetapi sekaligus
orang yang berilmu berwawasan luas tetang hakikat kehidupan, beradab, terampil
dan komitmen kepada nilai-nilai identitas kemanusiaan seperti keadilan,
kebersamaan dan kasih sayang.
Tujuan
pendidikan Islam, antara lain
1. Tecapai
sasaran kualitas pribadi
2. Integritas pendidikan agama dengan
keseluruhan proses maupun institusi pendidikan yang lain.
3. Tercapainanya internalisasi nilai-nila
dan norma-norma keagamaan yang fungsional secara moral untuk mengembangkan keseluruhan
sistem social dan budaya
4. Penyadaran pribadi akan tuntutan hari
depannya dan trasformasi social budaya yang terus berlangsung
5. Pembentukan kawasan ijtihadiyah
(keterbukaan dan dinamisan) disamping menyerap ajaran agmaa yang aktif.
Dalam
merumuskan pendidikan Islam diperlukan pendekatan terpadu yang mencakup:
a. Pendekatan filosofis
b. Pendekatan analisis lembaga-lembaga
social
c. Pendekatan melalui analisis ilmiah
tentang realitas kehidupan yang actual.
Hambatan-hambatan
dalam mencapain tujuan pendidikan Islam:
1. Pergulatan yang terjadi terus-menerus
antara kepentingan ideal dengan kepentingan politik praktis.
2. Ada tidaknya kemampuan dan keberanian
umat Islam melakukan perombakan dan pembaharuan lembaga-lembaga pendidikan yang
dimiliki atau yang ada saat ini.
3. Seberapa jauh umat Islam memiliki
Indonesia dalam arti yang seluas-luasnya
KURIKULUM PENDIDIKAN
ISLAM
Ilmu yang menganut paradigm positisfik
mengiyakan atau memberikan jawaban positif atas pernyataan ilmu bebas nilai.
Dalam filsafat humanisme antroposentris, menempatkan manusia dalam posisi
sentral dan menentukan dalam jaga raya.
Kelebihan positifisme antara lain:
a. Pendekatan positivisme telah menjadikan
ilmu pengetahuan berkembang pesat, karena prinsip ilmu yang bebas nilai atau
bebas dari keterikatan moral, dan sebaliknya hanya terikat pada kode etik ilmu
pengetahuan telah menyebabkan ilmu pengetahuan berjalan mulus.
b. Memberikan kebebasan dan rangsangannya
kepada ilmuan untuk berlomba-lomba menemukan dan mengembangkan metode baru,
ilmu baru berguna mengoreksi, melengkapi atau menguatkan ilmu pengetahuan atau
metode yang sudah ada.
Sedangkan
kelemahan-kelemahan positivisme sebagaiamana dikemukakan oleh prof. ayer,
seorang ilmuan positivisme logika modern di Inggris sebagai berikut “gagasan kebenaran dan kesalahan hanya
mengandalkan kemampuan indrawi.”
Disisi lain terdapat pemikiran
teosentrisme yaitu suatu paham yang menempatkan Tuhan sebagai sentral dalam
sistem kehidupan ini bukan hanya dalam penciptaan dan kekuasaannya, tetapi juga
dalam berbagai aktivitas manusia termasuk upaya manusia menggali ilmu
pengetahuan.
Atas dasar itulah beberapa kalangan
tertentu mengajukan gagasan tetang perlunya Islamisasi ilmu pengetahuan.
Paradigma yang digunakan adalah paradigma tauhid baik dalam metodologinya,
strateginya, data-datanya, problem-problemnya, tujuan-tujuanya maupun
inspirasinya. Namun menurut penulis buku ini polemik seputar islamisasi
pengetahuan itu lebih cenderung bersifat intellectual exercise semata. Tidak perlu diislamkan karena secara epistemology
sudah mengikuti sunatullah yang
diperlukan adalah human being.
Dalam konteks keindonesiaan,
pendidikan nasional baik filosofisnya, kebijakannya, praktek pendidikannya
kurikulum dan kegiatan belajar mengajarnya harus mengacu pada nilai-nilai luhur
pancasila.
Islam memandang akhlak sangatlah
penting “aku diutus untuk menyempurnakan
akhlak” adalah bukti pentingnya akhlak. Kedudukan akhlak dalam Islam adalah
nomor dua setelah Iman. Seseorang tidak dikatakan beriman jika tidak memiliki
akhlak mulia.
Penguatan
aspek moral ini tidak berarti menomer
duakan aspek intelektual dan jasmaniah tidak boleh dipisah antara pegembangan
intelektual dengan moralitas karena pegembangan intelektual pada hakikatnya
menawarkan berbagai pilihan jalan hidup. Dan pilihan mana yang diambil itu
menyangkut pilihan-pilihan moral, karena moralitas mengajarkan yang terbaik dan
fitrah manusia bersifat hanif atau
codong pada kebenaran.
Al-Islamu huwa al-dinu
wa al-madaniyah, Islam adalah agama
(doktrin) dan peradaban. Al-Quran sebagai sumber otentik ajaran Islam
memberikan daya dorong yang luar biasa bagi peradaban manusia. Ia secara terang
menggemakan pernyataan yang amat mendasar semangat memajukan peradaban.
Pendidikan
Islam sangat berperan dalam membentuk peradaban umat manusia, akan tetapi saat
ini pendidikan Islam mengalami ketidak jelasan atau penyempitan dalam memainkan
perannya. Di Indonesia misalnya, pendidikan Islam baik dalam arti kelembagaan
maupun isi belum mampu memberikan image
sebagaimana yang di indamkan. Sedangkan apa yang kita sebut peradaban modern telah
begitu hiruk pikuk dan merubah orientasi dan pandangan hidup umat Islam.
PARADIGMA KEMANUSIAAN DALAM PENDIDIKAN
Gambaran yang lebih memadai tentang
manusia dan kemanusiaan, tujuh rumusan berikut ini di harapkan mampu memberikan
gambaran tetang “misteri”manusia:
a. Perjalanaan hidup manusia
Implikasi perjalanaan hidup manusia terhadap
pendidikan, pertama manusia diangkat sebagai khalifah melebihi malaikat karena
pendidikan, kedua, isi pendidikan harus bersifat komprehensif dan
intergralistik yang berkaitan dengan tugas manusia sebagai khalifah-Nya dimuka
bumi. Ketiga, pendidikan harus menyejarah dalam arti dapat mengambil I’tibar dan hikmah dari peristiwa
sejarah serta membekali peserta didik kompetensi bagi kebutuhan hidup dimasa
depan.
b. Perbedaan manusia dengan hewan
Karakteristik yang membedakan manusia dengan hewan, antara
lain, dilihat dari perspektif biologis (basyar) meskipun terdapat kemiripin
namun banyak hal yang membedakan, antara lain berdiri tegak, makan dengan
tangan, berumur panjang dan berkulit indah. Dilihat dari perspektif emosi,
perbedaan dasar antara manusia dengan makhluk yang lain disebut sebagai
peradaban dan kebudayaan manusia terdapat pada dua aspek: pandangan dan kecenderungan-kecenderungannya.
dilihat pada aspek kecerdasan inteletual. Tingkat ilmu manusia jauh melewati
pemahaman dangkal atas alam. Dilihat dari perspektif spiritual, manusia adalah
makhluk idealis yang mencari nilai-nilai. Ia mencari sesuatu yang ideal tidak
hanya yang materialis dan menguntungkan.
c. Jati diri manusia
Jati
diri manusia adalah “hanif” yakni condong pada kebenaran, bertauhid dan
nilai-nila luhur lainnnya. Selain itu jati diri manusia adalah “fitrah” yakni
potensi yang mampu menyerap sifat-sifat ketuhan dalam dirinya (rabbany).
d. Kebebasan manusia
Manusia
adalah satu-satunya pengecualian dalam hukum universal karena antara semuanya
dialah satu-satunya ciptaan Allah yang memiliki kebebasan untuk mentaati dan
mengingkari perintahnnya. Tuhan telah memberikan kehendak memilih, menentukan dan memutuskan
berbuat baik atau buruk.
e. Tujuan hidup manusia
Penciptaan
manusia adalah sebagai tugas kekhalifaahnya dimuka bumi, yakni makhluk yang
diberi tugas dan tanggung jawab sebagai wakil, pengganti, dan pengatur.
f. Muhammad profil ideal manusia
Sudah
umum Nabi Muhammad saw adalah Nabi, Rasul dan profil manusia ideal sebagai pegejawantaan
sempurna dari ajaran Islam. Allah sendiri menyatakan dalam al-Quran bahwa
Muhammad digambarkan secara ringkas sebagai uswatu hasanah (contoh tauladan
terbaik).
g. Pendidikan berwawasan manusia.
Pendidikan
perlu mempunyai dasar-dasar pemikiran filosofis yang memberi kerangka pandangan
yang holistik tentang manusia, dalam seluruh prosesnya, pendidikan perlu
meletakkan manusia sebagai titik tolak (staring
point) dan sebagai titik tuju (ultimate
goal) dengan berdasar pandangan kemanusiaan yang telah dirumuskan secara
filosofis.
GURU DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Dalam khazanah pemikiran Islam guru
dikenal dengan beberapa istilah seperti muallim,
muaddib dan murobby. Dalam Islam guru adalah sosok mulia, keduduk ini
tidaklah berlebihan melainkkan terkait dengan penghargaan Islam terhadap ilmu
pengetahuan dan akhlak karena itu seseorang mulia bukan karena struktur sebagai
guru, melainkan secara subtansial memang mulia dan secara fungsional mampu
memerankan fungsi keguruannya yaitu mencerdaskan dan mencerahkn kehidupan
bangsa.
Guru yang efektif memiliki ciri (1)
hubungan guru dan murid: bersahabat, menjadi mitra, belajar sambil menghibur
murid, menyayangi murid sebagaimana anak sendiri, adil dan memmahimi kebutuhan
setiap anak dan memberikan bagi anak didik. (2) berkaitan dengan tugasnya
sebagai guru: mencintai pekerjaannya, cakap secara akademik, mampu menerangkan
dengan jelas, mampu merangsang siswa untuk belajar, mampu memberikan sesuatu
pada siswa yang paling berharga, mampu menjadikan kelas sebagai tempat yang
menyenangkan. (3) berkaitan dengan sikap dan kepribadian: penampilan menarik,
tidak terlalu kaku, bisa menjadi teladan bagi siswa.
Maka pemberdayaan guru merupakan
suatu yang niscaya dilakukan. Pendekatan yang perlu dilakukan dalam
pemberdayaan guru setidaknya tiga pendekatan: pendekatan menurut tujuan
(organisasi), pendekatan teori sistem (organisasi) dan pendekatan budaya
organisasi. Dan langkah-langkah yang perlu ditempuh antara lain, meingkatkan
kesejahteraan guru, pengembangan karir guru, peningkatan kemampuan para guru
dan mengatasi beban psikologis guru.
PARADIGMA HUMANISME DALAM INTERAKSI EDUKATIF
Dalam dunia pendidikan terdapat tiga
paradigma yang paling berpengaruh antara lain
1. Paradigma behaviorisme
Paradigma behaviorisme berpendapat bahwa, pertama, prilaku anak didik terbentuk
oleh pegaruh orang dewasa terutama orang tua dan guru. Kedua, tindakan peserta didik mengikuti tindakan stimulus-respon,
sehingga bersifat reaktif. Seorang guru harus pandai-pandai menciptakan stimulus
sehingga akan dapat melahirkan respon positif dan aktif bagi siswa. Ketiga, hadiah (reward) dan hukuman
(punishment) memegang peran penting.
2. Paradigma Rasionalisme
Paradigma ini berpendapat bahwa; pertama, perilaku manusia
dipertimbangkan oleh kognisi. Pendidikan harus dapat mengkokohkan
intelektualitas dan pengembangan pengetahuan sebanyak-banyaknya. Kedua, rasionalitas memegang peran
penting, rasio adalah panglima yang akan menentukan keberhasilan anak didik
kelak. Ketiga, tujuan utama
pendidikan adalah mengembangkan intelektualitas atau aspek kognitif anak didik.
3. Paradigma humanisme
Paradigma humanisme berpendapat bahwa; pertama, perilaku manusia itu
dipertimbangkan oleh multiple
intelligencenya bukan kecerdasan intelektual semata, tetapi juga kecerdasan
emosi dan spiritualnya. Kedua, anak
didik adalah makhluk yang berkarakter dan berkeperibadian serta aktif dan
dinamis dalam mengembangkannya, bukan benda yang “pasif” dan hanya mampu
mereaksi atau merespon faktor eksternal. Ketiga,
berbeda dengan behaviorisme yang menekankan pada “to have” dalam orintasi
pendidikannya humaisme justru menekankan pada “to be” dan aktualialisasi diri.
Tujuan dari pendidikan adalah untuk membentuk waladul shaleh, yaitu anak atau orang yang
keberadaannya bermanfaat bagi dirinya sendiri dan lingkungannya. Maka dari pada
itu diperlukannya kecerdasan yang majemuk untuk menjadi seorang anak yang
shaleh. Oleh karena itu pendidikan yang baik adalah pendidikan yang tidak
mendewakan salah satu bentuk kecerdasan, misalnya kecerdasal intektual (IQ) dan
mengabaikan kecerdasan emosi dan spiritual.
Dalam perspektif Islam, pendidikan tidak hanya
berhenti pada kecerdasan majmuk semata tetapi ada tindak lanjut,yakni: pertama, anak harus mendayagunakan
kecerdasan majemuknya untuk memahami, mengenal dirinya. Kedua, anak harus mendayagunakan kecerdasanyan untuk membangun
kekuatan ilmu (quwwatul ilm) dan rumah ilmu (bait al-Ilm) dalam dirinya. Ketiga, anak harus memberdayakan
kecerdasan majmuknya untuk memperkokoh akhlak kepribadiannya sehingga memiliki
akhlak yang agung. Keempat, anak
harus diarahkan untuk memberdayakan kecerdasan majmuknya untuk memiliki
kekuatan ibadah. Keterpaduan, keserasian dan pencahayaaan godspot (ruh) terhadap
qalbu, akal dan nafsu atau jasad jelas akan memaksimalkan kecerdasan dan fungsi
masing-masing.
Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam
pendidikan antara lain; tilawah, ta’lim, tarbiyah, ta’dib, tazkiyah, dan
tadrib. Tilawah menyangkut kemampuan membaca, ta’lim terkait dengan
pengembangan kecerdasan intelektual, tarbiyah menyangkut kepedulian dan kasih
sayang sesama pribadi, ta’dib terkait dengan pengembangan kecerdasan emosi,
tazkiyah terkait dengan pengembangan kecerdasan spiritual dan tadrib terkait
dengan kecerdasan fisik atau keterampilan.
Peran pendidikan sangatlah penting, terutama
perguruan tinggi. Yang menjadi persoalan dan obsesi bersama adalah bagaimana
agar umat ini dapat membangaun perguruan tinggi yang berkualitas, strategi dan
kiat-kiat apa yang mesti ditempu sehingga dapat memberi tenaga dan kemampuan
ekstra untuk mengejar ketertinggalan, persoalan-persoalan apa yang menjadi
ganjalan sehingga umat yang besar perguruan tingginya berjalan terseok-seok.
Maka dari pada perlu diperhatiakan lima tahap dalam membangun perguruan tinggi
yaitu,1. konsolodasi idiil dan strukturil, 2. Pembangunan fisik dan fasilitas,
3. Pembangunan akademik, 4. Pegakuan masyarakat, 5. Aktualisasi diri.
Pembelajaran sekolah adalah adalah aktifitas sadar
tujuan artinya semua komponen dalam proses pembelajaran dilembaga pendidikan
itu memiliki tujuan yang jelas, terencana, terukur dan terkoordinasi. Maka dari
itu perlu adanya interaksi edukatif, yakni interaksi yang sarat dengan nilai, dan
nilai itulah yang dikehendaki untuk diinternalisasikan melalui proses
pendidikan terutama oleh guru kepada muridnya. Karena itu interaksi eduktif
tidak berdasar pada kemapanan namum pada
penuh makna dan mendalam. Karena itu dalam setiap bentuk interaksi
edukatif akan senangtiasa mengandung
tiga unsur pokok,yaitu:
1. Hear,
yang meliputi keyakinan dasar (core belief) dan nilai-nilai Dasar (core value)
2. Head,
yang meliputi kerangka berfikir dan peta
mental (mindset) serta pengetahuan (knowledge)
3. Hand,
yang meliputi tindakan (action) dan
perilaku (behavior)
SPIRITUAL DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Gagasan tentang spiritualisasi
pendidikan merupakan suatu konsep yang dikembangkan oleh pembaharu Islam.
Diakui bahwa konsep ini adalah ijtihad dalam rangka mewujudkan visi
spiritualisasi dalam semua aspek proses pendidikan. Spiritualisasi pendidikan
adalah konsep pendidikan yang berusaha memahami dan memperlakukan manusia
secara utuh, adil dan dalam konteks
ketuhanan dan kemanusiaan. Spiritualisasi pendidikan dapat dilakukan manakala
etika, religius, spirit Islam sebagaimana tersurat dan tersirat dalam al-Quran
dan as-Sunnah dan nilai-nilai dalam hukum alam menjadi sebuah paradigma.
Spitualisasi pendidikan Islam adalah mengimplementasikan paham tauhid dalam
pendidikan yaitu kesatuan nilai dan paradigma.
Kata kunci dari spitualitas
pendidikan adalah pendidikan harus berangkat dari hakikat manusia sebagaimana
yang dicitrakan tuhan dalam fitrahnya yaitu sebagai makhluk bertuhan, social
dan makhluk yang terikat dengan alam.
Guru adalah sebuah panggilan hidup
yang menebarkan salam, rahmat, karunia dan hikmah Allah kepada anak didik. Guru
yang hanya bertujuan mencari nafkah dan kehormatan berbeda dengan guru yang
ikhlas mengajar karena Allah . guru yang seperti ini akan memiliki daya dorong,
daya tahan dan energi ganda dalam menghadapi perubahan.
Dalam rangkah memperkokoh basis
spritualitas bagi semua komunitas sekolah dilakukan antara lain dengan
langkah-langkah pemahaman, pelatihan, pembiasaan dan pembudayaan.
0 komentar:
Posting Komentar